Rembang – Gelaran Rembang Expo 2025 yang diharapkan menjadi ajang promosi dan penggerak ekonomi lokal, menuai sorotan dari sejumlah peserta. Meskipun jumlah pengunjung masih tergolong ramai, pedagang mengeluhkan penurunan daya beli, penataan stand yang semrawut, serta minimnya promosi dari pihak penyelenggara.
Rendi, pedagang aksesoris asal Jepara yang telah rutin mengikuti event di Rembang selama delapan tahun terakhir, menyayangkan penurunan kualitas pelaksanaan expo tahun ini.
“Perbandingan sama tahun kemarin menurun, Mas. Kalau ramai pengunjung sih tetap, cuma daya beli agak berkurang. Sama penataan, karena kalau dulu konsepnya lebih rapi,” ujar Rendi saat ditemui tim rembangsepekan.com
Rendi juga mempertanyakan konsep acara dan kejelasan penyelenggaraan tahun ini, yang menurutnya tidak melibatkan banyak instansi pemerintah daerah seperti biasanya.
“Biasanya kan kalau di Rembang stand Pemda-nya banyak, instansi-instansi pada masuk. Cuma sekarang saya kurang tahu ini acara dari Pemda atau bukan. Karena saya setiap ada di Rembang, saya ikut, apapun temanya. Tapi kali ini agak beda,” tambahnya.
Ulaningsih, pedagang kuliner khas Nasi Gandul Mbok Jah dari Mondoteko Rembang, turut memberikan pandangan serupa. Ia merasa promosi expo tahun ini sangat kurang, sehingga banyak pengunjung yang tidak tahu acara sedang berlangsung.
“Harapannya untuk expo ke depan, EO-nya mungkin lebih perbanyak marketing-nya, untuk memberi tahu bahwa di sini loh ada expo. Kayaknya itu banyak teman-teman juga pada belum tahu,” jelasnya.
Ia juga menyoroti persepsi negatif dari masyarakat soal harga-harga produk di expo yang dianggap mahal, padahal menurutnya UMKM lokal tetap mematok harga normal.
“Teman-teman juga pada mengeluh, dikiranya expo ini tuh jualannya mahal-mahal. Padahal saya pribadi harga masih sama seperti jualan di rumah. Mungkin karena stand dari luar kali ya, dia kan banyak yang nggak dari Rembang,” jelasnya lagi.
Dari sisi pendapatan, Ulaningsih mengaku tetap bersyukur karena masih bisa menutup biaya sewa stand. Namun ia mencatat bahwa pengunjung mulai menurun sejak hari ketiga.
“Hari pertama dan kedua itu banyak, Mas. Tapi hari ketiga menurun, keempat menurun, karena di sosial media itu banyak yang mengeluh katanya jajanannya mahal. Uang segini cuma dapat jajan segini,” ungkapnya.
Berbeda dari tahun sebelumnya, expo kali ini digelar secara mandiri dan tidak seluruhnya dikoordinasi oleh pemerintah daerah. Hal ini berpengaruh pada aspek teknis seperti layout, manajemen peserta, dan promosi publik.
“Kalau saya pribadi masih merasa biaya sewanya masuk lah. Cuma kan itu tergantung dagangan masing-masing. Tapi ya soal penataan dan konsep acaranya perlu diperbaiki. Dulu itu joss lah,” ujar Rendi menutup komentarnya.
Rembang Expo 2025 telah memberikan ruang bagi para pelaku usaha untuk tampil, namun kritik dari pelaku di lapangan menjadi pengingat bahwa sebuah event besar butuh lebih dari sekadar keramaian: perencanaan, promosi, dan pengalaman pengunjung harus dikelola secara serius. (wan/daf)