Rembang – Pemerintah Kabupaten Rembang mencatat total piutang pajak daerah mencapai Rp 36 miliar lebih. Meski angka tersebut tergolong tinggi, Pemkab menegaskan penanganan tunggakan pajak tidak bisa dilakukan secara pidana, kecuali ada unsur manipulasi atau penggelapan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Rembang, Fahrudin, menjelaskan bahwa pajak merupakan kewajiban dari subjek atau wajib pajak, namun proses penagihannya tidak bisa dilakukan secara paksa melalui jalur pidana.
“Pajak itu adalah kewajiban dari wajib pajak, tapi tidak ada unsur pidana dalam pembayaran pajak. Hukum pajak lebih menekankan pada kesadaran dari subjek pajak,” ujar Fahrudin kepada wartawan, Senin (14/7/2025).
Ia menegaskan, tindakan pidana hanya berlaku jika ada unsur kesengajaan seperti manipulasi data atau penggelapan, bukan semata-mata karena ada tunggakan.
“Kalau pajak sudah ditarik tapi tidak disetor, itu namanya menggelapkan pajak, dan itu bisa dipidana. Tapi kalau masih dalam tanggungan wajib pajak, tidak bisa dipaksakan,” lanjutnya.
Pemkab, kata Fahrudin, terus mendorong pendekatan persuasif agar para wajib pajak melunasi kewajibannya tanpa memberatkan kelangsungan usaha mereka.
“Kita tidak ingin karena tekanan membayar pajak, usaha mereka malah berhenti. Ini soal menumbuhkan kesadaran,” ucapnya.
Fahrudin menambahkan, Pemkab Rembang tetap berkomitmen menyelesaikan tunggakan pajak tersebut secara bertahap. Evaluasi rutin pun terus dilakukan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari pengawasan tata kelola keuangan daerah.
“Setiap tiga bulan sekali kita dievaluasi oleh KPK terkait komitmen pembayaran pajak,” pungkasnya.
Diberitakan rembangsepekan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan piutang pajak daerah yang signifikan di Kabupaten Rembang dalam laporan hasil audit atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan tahun 2024.
Dalam laporan bernomor 46.B/LHP/XVIII.SMG/05/2025, tertanggal 26 Mei 202, BPK mencatat piutang pajak daerah Rembang mencapai Rp36.408.523.686. Angka ini meningkat sebesar Rp3.148.203.935 dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebesar Rp33.260.319.751.
Temuan BPK mengungkap bahwa piutang tersebut tersebar di sembilan sektor pajak. Ada dia sektor pajak yang nilai tunggakannya cukup besar, berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dengan nilai mencapai Rp25.438.838.805 dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB/tambang) senilai Rp10.522.213.603.
(kyv/daf)