Rembang – Sebuah peristiwa bersejarah berlangsung di Lasem, Jawa Tengah, saat kain mori penutup makam dua tokoh penting, Mbah Srimpet dan Mbah Sambu, dibuka dan dilelang untuk pertama kalinya.
Mbah Srimpet dikenal sebagai Bupati Lasem tempo dulu, sementara Mbah Sambu merupakan menantunya sekaligus tokoh penyebar Islam pada sekitar tahun 1558 Masehi.
Acara ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan haul (peringatan tahunan wafat) Mbah Sambu dan para masyayikh (ulama), yang diselenggarakan oleh Takmir Masjid Jami’ Lasem.
Ketua Takmir, KH. Sholahuddin Fatawi, menjelaskan bahwa pembukaan dan penggantian kain mori makam dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan para ulama.
“Kegiatan ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga wujud penghormatan kepada para tokoh agama yang telah berjuang demi masyarakat dan syiar Islam,” ujarnya.
Kain mori lama yang dilepas kemudian dilelang dan terjual dengan mahar sebesar Rp3 juta kepada H. Muhammadun, seorang pengusaha asal Desa Ngemplak, Kecamatan Lasem.
Dana hasil lelang tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan keagamaan di Masjid Jami’ Lasem.
“Saya merasa terhormat bisa mendapatkan kain mori ini. Semoga kontribusi kecil ini membawa manfaat bagi masyarakat dan masjid,” tutur Muhammadun.
Ketua Panitia Haul Mbah Sambu dan Masyayikh, Kyai Mulyoko, menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi pembuka dari rangkaian acara haul yang dimulai pada Minggu (8/6), dan akan dilanjutkan dengan karnaval serta khitanan massal pada Senin (9/6).
“Melalui kegiatan ini, kami ingin mengajak masyarakat untuk lebih mengenal sejarah dan perjuangan para tokoh yang telah berjasa bagi daerah ini,” katanya, Selasa (10/6/2025).
Puncak acara haul akan digelar pada Selasa sore (10/6), dengan agenda tahlil di makam Mbah Srimpet, khatmil Qur’an, serta tahlil di makam Mbah Sambu.
Acara ditutup dengan mauidhoh hasanah (ceramah agama) yang akan disampaikan oleh KH. Abdul Ghofur Maimoen dari Sarang.
Menurut Kyai Mulyoko, haul ini juga menjadi momentum penting untuk mengenang jasa-jasa Mbah Sambu, yang disebut sebagai salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) bersama Mbah Baidlowi, KH. Wahab Hasbullah, dan KH. Hasyim Asy’ari.
“Kita patut berterima kasih atas warisan keilmuan dan perjuangan mereka yang telah meletakkan dasar bagi organisasi besar ini,” tutupnya.
(wan/daf)