Rembang, Kuasa hukum A, seorang pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Sedan yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), memberikan keterangan pers di hadapan awak media. Dalam klarifikasinya, Munim menegaskan bahwa kliennya bukanlah pelaku pencabulan, melainkan terlibat dalam tindak pidana kekerasan seksual.
Munim menjelaskan perbedaan penting antara pencabulan dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, meskipun keduanya sering kali disalahartikan. Ia menguraikan bahwa pencabulan berkaitan dengan tindakan fisik tanpa izin, seperti memegang atau mencium anggota tubuh seseorang, yang dapat dilakukan dalam bentuk kontak fisik atau verbal. “Cabul ini bisa melibatkan tindakan seksual yang tidak dikehendaki oleh korban,” jelas Munim.
Di sisi lain, Tindak Pidana Kekerasan Seksual mencakup perbuatan seksual yang lebih luas, baik fisik maupun non-fisik. Munim menegaskan, perkara yang menimpa kliennya tidak termasuk dalam kategori pencabulan, melainkan merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ia meminta kepada masyarakat dan pegiat sosial untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan istilah yang tepat saat membahas masalah ini. “Jika ada pihak yang membuat narasi yang mengarah pada tuduhan pencabulan, kami tidak segan-segan menempuh jalur hukum,” tegas Munim.
Menangapi adanya rekaman yang berisi percakapan terkait tindakan memegang anggota tubuh, Munim menegaskan bahwa sumber tersebut tidak dapat dianggap sah. Ia menggarisbawahi bahwa informasi yang sah berasal dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan menyatakan, “Sebagai kuasa hukum, saya menyampaikan apa yang terjadi saat klien saya dimintai keterangan oleh penyidik.”
Dengan pernyataan ini, Munim berharap dapat membaca informasi yang beredar dan menekankan pentingnya keakuratan dalam menyampaikan tuduhan di masyarakat.