Rembang – Berawal dari keresahan soal sampah, Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Sarang, Rembang, mendirikan Pusat Pengelolaan Sampah (PPS) pada 2020.
Gagasan ini dicetuskan oleh pengasuh pondok, Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, bersama Ny. Hj. Nadia Jirjis, untuk menjawab persoalan lingkungan di pesantren dan masyarakat sekitar.
“Dulu biaya pengelolaan sampah dari DLH Rembang dirasa memberatkan warga. Di pondok juga mulai muncul kekhawatiran. Maka PPS ini dibentuk sebagai solusi,” kata Muhammad Ubaidilah Hamim, Koordinator PPS Al-Anwar 3, kepada rembangsepekan, Rabu (20/8/2025).
Sampah Diolah Jadi Produk Bernilai
Di PPS Al-Anwar 3, sampah dipilah berdasarkan jenisnya. Sampah organik digunakan untuk pakan ternak dan budidaya maggot. Sementara sampah anorganik dipilah menjadi residu dan bahan daur ulang.
Yang unik, residu yang biasanya dibakar kini diolah menjadi paving dari abu sampah, sedangkan plastik daur ulang dijadikan paving plastik atau dijual ke pengepul.
“Santri juga diajari memilah sampah sejak dari asrama. Jadi saat dikumpulkan ke PPS, prosesnya lebih mudah,” jelas Hamim.
Angkut Sampah Dua Kali Sehari
PPS melayani pengangkutan sampah dua kali sehari, khususnya dari unit-unit pesantren seperti STAI Al-Anwar dan asrama putra-putri. Beberapa unit bahkan sudah menjalankan program Zero Waste.
Namun, hingga kini belum ada data pasti soal volume sampah yang dikelola. “Belum ditimbang harian. Tapi kami sudah rencanakan digitalisasi untuk pemantauan ke depan,” ujarnya.
Lawan Stigma, Bawa Pesan Agama
Hamim menegaskan, kegiatan ini juga bertujuan menghapus stigma negatif bahwa santri hanya fokus pada kegiatan agama. Menurutnya, tanggung jawab terhadap lingkungan juga bagian dari ajaran Islam.
“Allah menciptakan semuanya tidak ada yang sia-sia, termasuk sampah. Dari sesuatu yang dianggap kotor, ternyata bisa jadi solusi,” tegasnya.
Harap Jadi Gerakan Luas
PPS Al-Anwar 3 berharap inisiatif ini bisa menginspirasi pesantren dan masyarakat luas untuk lebih peduli pada lingkungan.
“Kalau satu individu sadar, lalu menular ke kelompok, akhirnya jadi gerakan. Kami yakin pesantren bisa jadi bagian penting dalam solusi krisis sampah,” pungkas Hamim.
(wan/daf)





