Rembang – Bupati Rembang, Harno, angkat bicara soal penghentian operasional PT Semen Gresik di Rembang yang hingga kini belum menemukan solusi. Ia mengaku sudah berupaya maksimal menjadi penengah antara perusahaan dan pemerintah desa yang berselisih.
“Saya sudah memberi solusi. Pihak PT Semen sudah kami undang, pihak desa juga sudah kami ajak bicara. Semua sudah saya lakukan sebagai bentuk kewajiban saya,” ujar Harno kepada wartawan, Senin (16/6/2025).
Harno menegaskan bahwa perannya sebatas sebagai penengah dan pencari jalan keluar terbaik dari konflik yang terjadi. Namun hingga saat ini, kata dia, solusi yang diharapkan belum juga tercapai.
“Terakhir saya bertemu pihak PT Semen sebelum tanggal 1 (Juni). Mereka menyampaikan bahwa belum ada titik temu dengan desa. Karena kondisi bahan baku yang tidak bisa masuk maksimal, mereka mengaku merugi. Akhirnya operasional diberhentikan sementara,” jelasnya.
Menurut Harno, dirinya telah berupaya untuk menjaga agar situasi tetap kondusif dan semua pihak bisa mendapatkan manfaat dari keberadaan industri tersebut, termasuk pendapatan asli daerah (PAD) dan lapangan kerja untuk masyarakat.
“Saya sudah berusaha mengganduli (menahan atau menjembatani). Tapi di sisi lain, pemerintah desa juga masih bersikukuh. Maka saya juga tidak bisa berbuat banyak. Yang jelas saya sudah berupaya untuk mengamankan semuanya,” tegas Harno.
Ia juga menyoroti potensi dampak lebih luas akibat polemik ini, terutama terhadap iklim investasi di Rembang.
“Adanya kejadian ini paling tidak menjadi catatan bagi para investor. Semoga saja catatan itu tidak berdampak luas,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Operasional PT Semen Gresik Pabrik Rembang resmi terhenti mulai 1 Juni 2025. Akibatnya, sejumlah karyawan dirumahkan sementara oleh PT Sinergi Mitra Operasi Rembang (SMOR), selaku mitra operasional pabrik, seperti tertuang dalam surat resmi nomor 323/SMOR-SDM/SP/05.2025 yang diterima rembangsepekan.com.
Hal itu imbas penutupan jalan hauling menuju tambang batu kapur di Tegaldowo yang dilakukan oleh pihak desa sebagai bentuk protes atas persoalan yang tengah terjadi.
(kyv/daf)