Rembang – Musim kemarau yang biasanya jadi masa panen emas petani garam di Rembang tahun ini malah bikin nelangsa. Fenomena kemarau basah membuat produksi seret, sementara harga garam tak kunjung naik.
Produksi Molor
Siswanto (49), petani asal Desa Dresi, Kecamatan Kaliori, mengaku panen tahun ini molor jauh dari biasanya. Kalau normal sudah bisa mulai panen Mei, tahun ini baru jalan akhir Agustus.
“Kalau normal satu petak bisa dapat 12 sampai 15 sak, tapi sekarang paling 3 sampai 5 sak saja. Kristalnya pun kecil-kecil, kualitasnya susah dibilang bagus,” kata Siswanto, Rabu (3/9/2025).
Harga Tetap Murah
Bukan cuma hasil panen yang anjlok, harga garam pun tak berpihak pada petani. Saat ini harga masih di kisaran Rp1.000 per kilogram.
“Nyatanya sama saja, bahkan kalau musim puncak produksi malah semakin murah. Pernah juga jatuh sampai Rp300 per kilogram,” ungkapnya.
Hal senada dirasakan Parimin (70), petani garam dari Desa Kedungwatu, Kecamatan Sumber, yang sudah puluhan tahun menekuni profesi ini.
“Sekarang panen baru lima kwintal per hari, padahal kalau bagus bisa tujuh kwintal. Harga pun masih Rp1.300. Padahal idealnya minimal Rp2.000,” keluhnya.
Harapan Petani
Petani berharap pemerintah turun tangan menetapkan standar harga garam. Dengan begitu mereka tidak lagi sepenuhnya bergantung pada tengkulak atau makelar.
(wan/daf)