Rembang – Usaha tambak udang vaname masih menjadi sumber keuntungan besar bagi petambak di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Walaupun harga jual di pasaran sedang turun tajam, keuntungan ratusan juta rupiah tetap bisa diraih.
Salah satu petambak, Iwan Thomasfa, sudah menekuni bisnis ini sejak 2011. Lebih dari 14 tahun, ia mengelola enam petak tambak dengan luas 2.000–3.000 meter persegi per petak. Dari lahan tersebut, produktivitas bisa mencapai puluhan ton per hektare ketika kondisi budidaya berjalan normal.
“Dalam kondisi normal panen dilakukan dua kali setahun, atau lima kali dalam dua tahun. Satu siklus budidaya butuh sekitar empat bulan ditambah satu bulan untuk persiapan. Rata-rata per hektare bisa menghasilkan 45–50 ton,” jelas Iwan.

Petambak vaname di Tireman, Rembang sedang musim panen. (Foto: rembangsepekan.com)
Ia mengakui, perjalanan panjang menekuni budidaya udang tidak selalu mulus. Harga sering berfluktuasi, bahkan saat ini menurutnya berada di titik terendah. Penentuan harga juga sangat bergantung pada ukuran udang.
“Sekarang harga panen paling rendah sejak saya mulai usaha. Misalnya, untuk size 30 biasanya bisa Rp95–96 ribu per kilogram, tapi hari ini hanya Rp77 ribu per kilogram untuk size 35,” ungkapnya.
Penurunan harga ini, lanjut Iwan, dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya kabar bahwa salah satu pabrik eksportir udang ke Amerika Serikat terdeteksi masalah radioaktif, yang kemudian mengguncang pasar dalam negeri. Selain itu, kebijakan tarif dari pemerintahan Donald Trump juga disebut turut berimbas pada kestabilan harga.
“Kasus pabrik ekspor yang terdampak radioaktif itu langsung bikin pasar goyah. Ditambah lagi beban pajak dari Amerika, ikut memperburuk situasi,” jelasnya.

Petambak vaname di Tireman, Rembang sedang musim panen. (Foto: rembangsepekan.com)
Meski demikian, Iwan menilai budidaya vaname tetap menjanjikan. Dalam sekali panen dari satu petak, ia masih bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp200–300 juta. Biasanya, hasil panennya dibeli pemasok dari Semarang untuk kemudian diekspor ke negara tujuan utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
“Sekali panen per petak bisa menghasilkan keuntungan ratusan juta. Udangnya diambil oleh suplier dari Semarang, lalu mereka ekspor ke luar negeri,” tambahnya.
Alasan Iwan memilih vaname dibanding komoditas lain juga cukup jelas. Dari sisi harga, ketahanan, hingga produktivitas, udang jenis ini dinilai lebih unggul. Apalagi, di kawasan tambaknya mayoritas petambak memang fokus pada pembesaran.
“Udang vaname lebih ekonomis. Baik dari fisik, harga jual, maupun hasil produksinya, banyak kelebihan. Karena itu saya memilih membesarkannya. Sistem di sini memang khusus pembesaran, jadi kami beli bibit lalu dibesarkan sampai siap panen,” tutupnya.
(daf/daf)