Rembang – Angin laut bertiup pelan saat matahari mulai condong ke barat. Suara ombak yang biasanya menjadi penyejuk jiwa, kini harus bersanding dengan bau menyengat yang menyeruak dari tumpukan sampah yang menggunung di bibir Pantai Plawangan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang.
Pantai yang seharusnya menjadi tempat warga bersantai dan nelayan mencari nafkah itu kini berubah menjadi tempat pembuangan sampah tak resmi.
Saat saya menyusuri kawasan tersebut, Senin (9/6/2025), mata langsung tertumbuk pada pemandangan yang mencengangkan; gunungan sampah rumah tangga setinggi sekitar dua meter membentang sepanjang ratusan meter, seakan menjadi garis pantai baru yang menyakitkan untuk dipandang.
Sampah-sampah itu sebagian besar berasal dari aktivitas domestik; plastik bekas bungkus makanan, botol air mineral, popok sekali pakai, hingga limbah rumah tangga lainnya. Sebagian tampak baru, namun banyak pula yang telah menghitam dan membusuk, menyatu dengan pasir dan air laut.
Akibatnya, ekosistem laut pun berada dalam ancaman nyata. Plastik dan limbah lain yang masuk ke laut bisa menjerat biota laut, mencemari rantai makanan, bahkan menyebabkan kematian pada ikan dan burung laut.
Diduga, tumpukan sampah ini merupakan akibat dari pengelolaan sampah yang tidak efektif. Meski telah ada Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di kawasan tersebut, kurangnya pemantauan, keterbatasan sarana angkut, serta rendahnya kesadaran masyarakat diduga menjadi faktor utama mengapa sampah justru menumpuk di pesisir.
Masalah ini bukan hanya persoalan visual atau kenyamanan, tetapi telah menjadi isu lingkungan yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Pantai Plawangan hanyalah satu dari sekian banyak pantai di Rembang yang tengah ‘berteriak’ dalam diam. Laut yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, kini perlahan berubah menjadi tempat pembuangan.
Dan jika kita terus abai, bukan tidak mungkin suatu hari nanti, anak-cucu kita tak akan lagi mengenal laut yang biru dan bersih; melainkan laut yang penuh sampah, saksi bisu kelalaian manusia.
(Penulis Kolom/Esai; Doni Setiawan)