Rembang – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Rembang mencatat sebanyak 65 kasus HIV ditemukan hingga Mei 2025. Angka ini relatif stabil dibanding tahun 2024 yang mencapai 138 kasus sepanjang tahun.
Epidemiolog Kesehatan Muda Dinkes Rembang, Martha Gusmanthika, mengatakan data kasus HIV per Juni 2025 belum tersedia karena sistem pelaporan online baru aktif setiap tanggal 5 di bulan berikutnya.
“Kalau dilihat dari trennya, penambahan tiap bulan rata-rata 10 sampai 11 kasus. Tahun ini hingga Mei sudah ada 65 kasus yang ditemukan,” kata Martha saat ditemui rembangsepekan.
Menurutnya, sebagian besar kasus ditemukan melalui tes aktif yang menyasar populasi kunci seperti wanita pekerja seks (WPS), lelaki seks dengan lelaki (LSL), serta warga binaan pemasyarakatan (WBP).
Secara wilayah, kasus terbanyak ditemukan di Kecamatan Rembang, Lasem, dan Kragan. Tiga wilayah ini memang menjadi fokus penanganan karena jumlah penduduk yang tinggi dan mobilitas masyarakat yang besar.
“Beberapa kasus juga berasal dari luar daerah, bahkan luar provinsi. Ini karena Rembang berbatasan langsung dengan Jawa Timur,” tambahnya.
Dominan Usia Produktif, Tapi Tren Baru Justru Usia 50+
Martha menyebut mayoritas penderita HIV di Rembang masih didominasi usia produktif. Namun, tren tahun ini menunjukkan peningkatan kasus pada laki-laki berusia di atas 50 tahun.
Dari 65 kasus yang ditemukan, 63 persen di antaranya adalah laki-laki. Sementara itu, 36 persen merupakan perempuan.
Dinkes Gencarkan Mobile Klinik hingga ke Rutan
Untuk pencegahan dan deteksi dini, Dinkes rutin menggelar layanan mobile klinik setiap tiga bulan sekali. Kegiatan ini digelar di hotspot atau tempat berkumpulnya populasi kunci seperti warung kopi dan kafe.
Dalam mobile klinik tersebut dilakukan sosialisasi HIV, pemeriksaan infeksi menular seksual (IMS), serta tes HIV dan sifilis. Pada April lalu, kegiatan serupa juga dilaksanakan di sejumlah puskesmas, seperti Rembang 1, Rembang 2, Kragan 1, dan Kragan 2.
“Hasilnya, semua peserta dinyatakan negatif HIV dan sifilis. Target kami bukan jumlah yang diperiksa, tapi keberlanjutan program,” jelas Martha.
Tak hanya populasi umum, layanan juga diberikan ke Rumah Tahanan (Rutan) melalui kerja sama dengan Puskesmas Rembang 1. Sebanyak 111 narapidana berhasil dijangkau dalam pemeriksaan tersebut.
Sayangnya, dari 65 kasus HIV yang ditemukan tahun ini, enam di antaranya meninggal dunia. Mereka terlambat terdiagnosis karena sudah berada di stadium lanjut (stadium 4).
“Kalau sudah stadium 3 atau 4, biasanya ditemukan gejala seperti diare berkepanjangan dan infeksi jamur di mulut (kandidiasis oral),” ungkap Martha.
Pengobatan Masih Aman, Tes Rutin untuk Ibu Hamil dan Catin
Martha juga menyampaikan bahwa pengobatan HIV di Rembang masih berjalan lancar dan tidak mengalami kekurangan obat.
Tes HIV juga rutin dilakukan kepada ibu hamil dan calon pengantin guna mendeteksi kasus sejak dini. Selain itu, jika ada pasien terkonfirmasi HIV, program Notifikasi Pasangan dan Anak (NPA) langsung dijalankan.
Namun, membujuk pasien indeks untuk mengajak pasangan atau anggota keluarganya ikut tes masih jadi tantangan.
“Makanya kami punya konselor HIV di Puskesmas dan rumah sakit. Mereka bagian dari tim HIV bersama dokter, perawat, farmasi, lab, dan admin. Jadi tiap puskesmas sudah siap,” pungkasnya.
(kyv/daf)